Dari
Abdullah Ibnu Umar radliyallahu`anhuma, bahwasanya Nabi saw. bersabda.
“keridhoan Allah tergantung kepada keridhoan orang tua, dan murka Allah
tergantung kepada murka orang tua”. (HR. Tirmidzi, shohin menurut Ibnu Hibban
dan Hakim).
Apa maksud dibalik
hadis di atas, mengapa keridhoan Allah swt. kepada kita sangat ditentukan oleh
keridhoan orang tua? Mengapa durhaka kepada orang tua sama artinya durhaka
kepada Allah swt.? Mengapa juga murka Allah tergantung pada murka orang tua?
Mari kita kupas pertanyaan-pertanyaan diatas. Allah adalah
dzat ar-Rahman dan ar-Rahim, yaitu dzat Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Kasih sayang Allah kepada kita tak ada batasnya, bahkan dalam surat an-Nahl
Allah swt. menegaskan dengan firmanNya, yang insyaallah artinya: Dan jika
kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya.
Sesungguhnya, Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS
an-Nahl (16): 18)
Begitu besar dan banyak nikmat Allah yang telah diberikan
kepada kita, yang sampai kapanpun kita tak akan pernah mampu menentukan
jumlahnya. Sejak di alam rahim hingga seperti sekarang, kasih sayang Allah
tidak pernah berhenti walaupun sedetik, dan tidak akan pernah berhenti sampai
kapanpun. Namun, pernahkah kita merenungkan atau sekedar menyadarinya?
Lalu, apa hubungan antara kasih sayang Allah dengan orang tua
kita, terutama dengan ibu?. Ibu, beliau adalah sosok yang Allah “utus” ke dunia
untuk menyayangi kita. Allah telah “menyimpan” sedikit saja pancaran sifat Rahman
dan RahimNya di dalam hati seorang ibu. Artinya, di dalam hati
seorang ibu terdapat salah satu sifat Allah, yaitu sifat Rahman dan
Rahim.
Hanya dengan “sepercik” kasih sayang itulah aneka keajaiban
terjadi. Kisah-kisah heroik datang silih berganti. Seorang ibu akan tetap rela
bersusah payah selama sembilan bulan karena mengandung anaknya. Sang ibu pun
harus menanggung rasa sakit yang tak terperi saat melahirkan, perjuangannya
antara hidup dan mati.
Sang ibu dengan telaten akan tetap merawat bayinya hingga
tumbuh menjadi anak-anak, remaja, lalu dewasa. Rangkaian proses hidup seperti
itu pastilah sangat berat dijalanni. Namun, apa yang terjadi? Senyum bahagia
tetap senantiasa tersungging dari bibir beliau. Mengapa demikian? Karena
sepercik sifat Rahman dan RahimNya itulah yang membuat ibu
demikian kuat dan tetap tegar serta ridho menjalaninya. Andaikan Allah swt.
tidak memercikkan “sedikit saja” sifat Rahman dan RahimNya dalam
hatinya, seorang ibu tidak mungkin ridho menjalani proses hidup seperti itu.
Maka dari itulah, durhaka kepada orang tua sama artinya
dengan durhaka kepada Allah swt. menghianati cinta orang tua sama halnya dengan
menafikan cinta Allah. Disinilah terungkap hubungan keridhoan Allah dengan
keridhoan orang tua.
Wallahu a’alam
0 komentar:
Post a Comment