مَنْ أَخْلَصَ لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا
ظَهَرَتْ يَنَابِيعُ الْحِكْمَةِ مِنْ قَلْبِهِ عَلَى لِسَانِهِ
“Barang siapa yang ikhlas karena Alloh selama 40 hari, niscaya akan muncul mutiara
hikmah dari hatinya pada lisannya“.
Pemahaman Hadis
Man adalah isim maushul atau kata sambung yang artinya
orang siapapun atau siapa saja.
Akhlasho adalah fi’il madli atau kata kerja lampau, yang
failnya tersimpan yang kembali kepada “kata” man. Akhlasho
artinya telah ikhlas, siapa yang telah ikhlas? Yaitu man (orang siapa
saja). Lillâhi artinya karena Alloh semata bukan karena apapun, atau sebab
mengaharap apapun.
Arba’îna yauman artinya 40 hari, ini adalah batas minimal, maka
termasuk juga hitungan 41 hari dan seterusnya.
Yanâbî’ulk hikmati artinya akan muncul mutiara hikmah.
Min qolbihi ‘ala lisânihi artinya dari hatinya pada lisan seorang
tersebut.
Adalah siapapun orang, entah apa profesinya,
kedudukannya, mukmin ataupun muslim. Apabila dalam keseharian hidupnya dia
ikhlas hanya karena Alloh semata selama 40 hari “boleh lebih”, niscaya akan
muncul mutiara hikmah pada lisanya yang berasal dari hatinya.
Risalah Luthfiah
Alloh memberi reward (pahala) bagi orang
yang dalam hidup kesehariannya selama 40 hari dapat ikhlas lillahi ta’ala,
berupa mutiara hikmah yang selalu terucap dari lisannya.
Apa itu ikhlas? Apa itu hikmah?
Ikhlas adalah murni. Maksudnya, murni semata hanya
karena Alloh bukan karena yang lain. Niat, amal dan segala perbuatan itu bisa
dianggap ikhlas karena dilakukan semata hanya karena Alloh. Ikhlas dalam hal
apa saja? Dalam hadis di atas tidak dijelaskan ikhlas dalam hal apa,
maka mafhum mukholafahnya adalah ikhlas dalam hal apapun.
Pada hadis di atas juga ditegaskan dengan
kalimat lillâhi yaitu semata karena Alloh, bukan karena yang lainnya. Mengapa
demikian? sebab ada yang merasa berbuat ikhlas, tapi ikhlasnya bukan karena Alloh,
tapi karena hal lain, atau berharap akan sesuatu. Maka hadis di atas
ditegaskan dengan kalimat “lillâhi”.
Dikisahkan
dari Abu Hamid Al-Ghozali bahwasanya telah sampai kepadanya hadis
di atas. “Suatu hari seseorang datang kepadaku (Abu Hamid Al-Ghozali ) dan
berkata bahwa seseorang mengadu kepadanya telah berbuat ikhlas selama 40 hari,
namun dia tidak juga mendapat pancaran hikmah sedikitpun. Lalu aku (Abu Hamid
Al-Ghozali) memberitahunya bahwa perbuatan
ikhlas yang dilakukan temannya itu sebab berharap mendapatkan hikmah,
bukan ikhlas karena Alloh. Maka dia tidak mendapatkan pancaran hikmah.”
Semua
itu dikarenakan tujuan manusia berbuat ikhlas untuk mendapatkan kelembutan dan hikmah,
atau untuk mendapatkan pengagungan dan pujian manusia. Maka dia tidak akan
mendapatkan apa yang dia inginkan. Karena dalam hadis sudah jelas
dinyatakan, yang mendapatkan hikmah hanya orang yang ikhlas lillahi
ta’ala, bukan karena yang lainnya.
Maka
hal itu sesuai dengan qoul ulama ahli sufi, bahwa kita kadang tidak bisa
membedakan antara riya’ jali (terang) dan khafi (samar), kecuali
orang-orang yang benar-benar selalu mensucikan dalam hatinya hanyalah beribadah
kepada Alloh semata. Karena dengan kedekatan pada-Nya, dalam hatinya sudah
dibersihkan daripada penyakit-penyakit yang buruk (madzmumah)
Maka
intinya adalah lillahi ta’ala, bukan karena ingin dipuji orang, ingin mendapat hikmah
atau yang lainnya. Semua haruslah lillahi ta’ala, sebab jika tidak, malah akan
menjadi riya’ khafi, yaitu pamer yang samar atau yang tidak disadari.
Apapun
jenis ibadah yang kita lakukan, hendaklah dengan satu tujuan menghadap kepada
Alloh. Seperti sholat yang kita kerjakan setiap hari, lakukanlah hanya untuk
Allah, baik ketika sholat sendiri atau pun ada orang di sekitar kita,
beribadahlah hanya untuk Alloh yang MahaMulia.
Nah,
hanya orang –orang yang benar-benar murni karena Alloh dalam ikhlasnya itulah
yang akan mendapatkan mutiara hikmah.
Apa
itu hikmah?
Menurut
bahasa hikmah adalah bijaksana, pendapat atau pikiran yang bagus lagi benar.
Sedangkan menurut istilah, hikmah adalah ucapan yang logis
melalui media ilmu dan akal, bersih dari yang sia-sia dan cocok antara ucapan
dengan perbuatannya yang itu didasari semata-mata karena takut kepada Alloh.
Maka
orang yang mendapatkan mutiara hikmah, lisanya akan berkata yang
baik-baik, yang benar dan selalu cocok antara yang diucapkan dan yang dikerjakan.
Orang yang demikian pastilah akan dihormati, disegani, dimuliakan sebab
bijaksananya.
Beruntunglah
orang yang mendpatakan hikmah ini, sebab hikmah merupakan anugerah yang
agung. Tidak semua orang bisa mendapatkan hikmah, namun hikmah
dapat didapat dimanapun tempat, karena hikmah adalah milik orang mukmin
yang hilang, maka di manupun tempat kau menemuinya, ambilah. Karena orang
mukmin lebih berhaq. Seperti hadis Rosululloh saw.
اَلْحِكْمَةُ ضَالَّةُ الْمُؤْمِنِ حَيْثُ وَجَدَهَا فَهُوَ
أَحَقُّ بِهَا
“Hikmah itu adalah
suatu yang hilang dari seorang mukmin, dimana saja ia mendapatkannya maka ia
lebih berhak atasnya”
Wallohu a’lam....
*Hadis
ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Kitab Syarah Sunan Ibnu Majah, bab at-Tarji’u,
juz I, halaman 58, hadis nomor 798. Terdapat juga dalam Kitab Jami’ul Ahadis,
bab Huruf Mim, juz 41, halaman 394, hadis nomor 45421.
0 komentar:
Post a Comment
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.