Breaking News
Loading...
Tuesday, April 19, 2016

Pahala orang yang ikhlas lillah selama 40 hari

9:29 AM


مَنْ أَخْلَصَ لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ظَهَرَتْ يَنَابِيعُ الْحِكْمَةِ مِنْ قَلْبِهِ عَلَى لِسَانِهِ

Barang siapa yang ikhlas karena Alloh selama 40 hari, niscaya akan muncul mutiara hikmah dari hatinya pada lisannya“.
                                      
Pemahaman Hadis
Man adalah isim maushul atau kata sambung yang artinya orang siapapun atau siapa saja.
Akhlasho adalah fi’il madli atau kata kerja lampau, yang failnya tersimpan yang kembali kepada “kata” man. Akhlasho artinya telah ikhlas, siapa yang telah ikhlas? Yaitu man (orang siapa saja). Lillâhi artinya karena Alloh semata bukan karena apapun, atau sebab mengaharap apapun.
Arba’îna yauman artinya 40 hari, ini adalah batas minimal, maka termasuk juga hitungan 41 hari dan seterusnya.
Yanâbî’ulk hikmati artinya akan muncul mutiara hikmah. Min qolbihi ‘ala lisânihi artinya dari hatinya pada lisan seorang tersebut.
Adalah siapapun orang, entah apa profesinya, kedudukannya, mukmin ataupun muslim. Apabila dalam keseharian hidupnya dia ikhlas hanya karena Alloh semata selama 40 hari “boleh lebih”, niscaya akan muncul mutiara hikmah pada lisanya yang berasal dari hatinya.
Risalah Luthfiah
Alloh memberi reward (pahala) bagi orang yang dalam hidup kesehariannya selama 40 hari dapat ikhlas lillahi ta’ala, berupa mutiara hikmah yang selalu terucap dari lisannya.
Apa itu ikhlas? Apa itu hikmah?
Ikhlas adalah murni. Maksudnya, murni semata hanya karena Alloh bukan karena yang lain. Niat, amal dan segala perbuatan itu bisa dianggap ikhlas karena dilakukan semata hanya karena Alloh. Ikhlas dalam hal apa saja? Dalam hadis di atas tidak dijelaskan ikhlas dalam hal apa, maka mafhum mukholafahnya adalah ikhlas dalam hal apapun.
Pada hadis di atas juga ditegaskan dengan kalimat lillâhi yaitu semata karena Alloh, bukan karena yang lainnya. Mengapa demikian? sebab ada yang merasa berbuat ikhlas, tapi ikhlasnya bukan karena Alloh, tapi karena hal lain, atau berharap akan sesuatu. Maka hadis di atas ditegaskan dengan kalimat “lillâhi”.

Dikisahkan dari Abu Hamid Al-Ghozali bahwasanya telah sampai kepadanya hadis di atas. “Suatu hari seseorang datang kepadaku (Abu Hamid Al-Ghozali ) dan berkata bahwa seseorang mengadu kepadanya telah berbuat ikhlas selama 40 hari, namun dia tidak juga mendapat pancaran hikmah sedikitpun. Lalu aku (Abu Hamid Al-Ghozali) memberitahunya bahwa perbuatan  ikhlas yang dilakukan temannya itu sebab berharap mendapatkan hikmah, bukan ikhlas karena Alloh. Maka dia tidak mendapatkan pancaran hikmah.”
Semua itu dikarenakan tujuan manusia berbuat ikhlas untuk mendapatkan kelembutan dan hikmah, atau untuk mendapatkan pengagungan dan pujian manusia. Maka dia tidak akan mendapatkan apa yang dia inginkan. Karena dalam hadis sudah jelas dinyatakan, yang mendapatkan hikmah hanya orang yang ikhlas lillahi ta’ala, bukan karena yang lainnya.
Maka hal itu sesuai dengan qoul ulama ahli sufi, bahwa kita kadang tidak bisa membedakan antara riya’ jali (terang) dan khafi (samar), kecuali orang-orang yang benar-benar selalu mensucikan dalam hatinya hanyalah beribadah kepada Alloh semata. Karena dengan kedekatan pada-Nya, dalam hatinya sudah dibersihkan daripada penyakit-penyakit yang buruk (madzmumah)
Maka intinya adalah lillahi ta’ala, bukan karena ingin dipuji orang, ingin mendapat hikmah atau yang lainnya. Semua haruslah lillahi ta’ala, sebab jika tidak, malah akan menjadi riya’ khafi, yaitu pamer yang samar atau yang tidak disadari.
Apapun jenis ibadah yang kita lakukan, hendaklah dengan satu tujuan menghadap kepada Alloh. Seperti sholat yang kita kerjakan setiap hari, lakukanlah hanya untuk Allah, baik ketika sholat sendiri atau pun ada orang di sekitar kita, beribadahlah hanya untuk Alloh yang MahaMulia.
Nah, hanya orang –orang yang benar-benar murni karena Alloh dalam ikhlasnya itulah yang akan mendapatkan mutiara hikmah.
Apa itu hikmah?
 
Menurut bahasa hikmah adalah bijaksana,  pendapat atau pikiran yang bagus lagi benar. Sedangkan menurut istilah, hikmah adalah ucapan yang logis melalui media ilmu dan akal, bersih dari yang sia-sia dan cocok antara ucapan dengan perbuatannya yang itu didasari semata-mata karena takut kepada Alloh.

Maka orang yang mendapatkan mutiara hikmah, lisanya akan berkata yang baik-baik, yang benar dan selalu cocok antara yang diucapkan dan yang dikerjakan. Orang yang demikian pastilah akan dihormati, disegani, dimuliakan sebab bijaksananya.
Beruntunglah orang yang mendpatakan hikmah ini, sebab hikmah merupakan anugerah yang agung. Tidak semua orang bisa mendapatkan hikmah, namun hikmah dapat didapat dimanapun tempat, karena hikmah adalah milik orang mukmin yang hilang, maka di manupun tempat kau menemuinya, ambilah. Karena orang mukmin lebih berhaq. Seperti hadis Rosululloh saw.
اَلْحِكْمَةُ ضَالَّةُ الْمُؤْمِنِ حَيْثُ وَجَدَهَا فَهُوَ أَحَقُّ بِهَا
Hikmah itu adalah suatu yang hilang dari seorang mukmin, dimana saja ia mendapatkannya maka ia lebih berhak atasnya”
Wallohu a’lam....
 *Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Kitab Syarah Sunan Ibnu Majah, bab at-Tarji’u, juz I, halaman 58, hadis nomor 798. Terdapat juga dalam Kitab Jami’ul Ahadis, bab Huruf Mim, juz 41, halaman 394, hadis nomor 45421.


0 komentar:

Post a Comment

 
Toggle Footer